Mahalnya Hidayah...!!!!

Posted by Tri Rahmanto Minggu, 10 Maret 2013 3 komentar

Setiap orang pasti mendambakan kebahagiaan bagi dirinya dan orang lain, sebab sudah menjadi tabiat manusia bahwa ia senang jika melihat orang lain berbahagia seperti dirinya. 


Namun perlu diketahui bahwa persoalan hidayah bukanlah perkara mudah bagi setiap orang. 
Persoalan hidayah hanya ada di tangan Allah -Azza wa Jalla-. Dia-lah yang menentukan siapa diantara hamba-hamba-Nya yang berhak mendapatkannya. 


Tak ada seorang makhluk pun yang berhak menentukan bahwa si fulan dan fulan yang mendapatkan hidayah.


Seorang hamba hanyalah dibebani oleh Allah untuk berusaha memberikan petunjuk tentang jalan-jalan hidayah. Adapun seorang diberi hidayah untuk mengamalkan dan melakukan jalan-jalan tersebut, maka bukanlah urusan hamba si pemberi nasihat. 


Tapi semuanya kembali kepada Allah -Azza wa Jalla-. Bahkan diri seorang hamba, ia tak mampu beri hidayah, kecuali Allah yang menunjukinya dan memberinya taufiq untuk menapaki jalan-jalan hidayah.


Saudaraku, hidayah bagaikan permata –bahkan lebih dari itu-, sulit untuk didapatkan, kecuali bagi orang-orang yang Allah rahmati. Lantaran itu, para nabi saja tak mampu memberi hidayah kepada keluarga mereka.


Lihat saja Nabi Nuh -alaihish sholatu was salam- tak mampu memberikan hidayah kepada anak dan istrinya.


Allah -Azza wa Jalla- berfirman,


“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan Sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.” 


Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. 


Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” Nuh berkata: Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang Aku tiada mengetahui (hakekat)nya. dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Huud : 45-47)


Perhatikanlah, Nabi Nuh -Shallallahu alaihi wa sallam- telah lama mendakwahi kaumnya, dan keluarganya. Bahkan anak dan istrinya termasuk orang-orang merugi, karena tak mengikuti jalan hidayah yang Nuh ajarkan kepada mereka. Mereka lebih memilih jalan kekafiran. Na’udzu billah min dzalik
.


Inilah yang Allah jelaskan dalam firman-Nya,


Nuh berkata: “Ya Tuhanku Sesungguhnya Aku Telah menyeru kaumku malam dan siang,


Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan Sesungguhnya setiap kali Aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. 


Kemudian Sesungguhnya Aku Telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya Aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam”. (QS. Nuuh : 5-9)


Dakwah ini dilakukan setelah da’wah dengan cara diam-diam tidak berhasil. Sesudah melakukan da’wah secara diam-diam, kemudian secara terang-terangan namun tidak juga berhasil. Maka nabi Nuh -alaihish sholatu was salam- melakukan kedua cara itu dengan sekaligus. Tapi juga tak berhasil memberikan hidayah kepada kaumnya. Ini menunjukkan mahalnya hidayah.


Nasib yang serupa juga menimpa istri Nabi Luth -alaihish sholatu was salam-. Beliau hidup serumah dengan istrinya, bergaul, dan berjumpa. Akan tetapi hidayah itu tak menembus relung hatinya. Hidayah itu hanya masuk telinga kanan, lalu keluar dari telinga kiri!!


Allah -Ta’ala- berfirman,


“Kemudian kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan kami turunkan kepada mereka hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu”. (QS. Al-A’raaf : 83-84)


Istrinya dibinasakan, karena ia enggan mengikuti jalan hidayah yang ditawarkan oleh suaminya kepadanya. Alangkah sialnya seorang wanita yang berada di dalam rumah ilmu dan kenabian, dibacakan ayat-ayat dan nasihat kepadanya, tapi ia masih tetap enggan dan durhaka kepada suaminya.


Allah -Ta’ala- berfirman,


“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (Jahannam)”. (QS. At-Tahrim : 10)


Al-Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata, “Maksudnya, (perumpamaan) tentang bergaulnya dan hidupnya mereka di tengah kaum muslimin, hal itu tidak membuahkan hasil bagi mereka, dan tidak pula memberi manfaat kepada mereka sedikitpun di sisi Allah, jika iman tak ada dalam hati”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (8/171)]


Hidayah untuk beriman, mengamalkan sunnah, dan meninggalkan syirik, bid'ah, maksiat adalah perkara khusus, hanya ada di tangan Allah. Jadi, tak ada diantara hamba Allah yang mampu menentukan orang lain mendapatkan hidayah sampai Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- saja tak mampu memberi hidayah kepada paman beliau yang telah banyak membela dan menolong dakwah beliau.


Allah -Ta’ala- menurunkan ayat tentang Abu Tholib seraya berfirman kepada Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-,


“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS. Al-Qoshosh : 56)“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab At-Tafsir (3/273), dan Muslim dalam Kitab Al-Iman (1/54)]


Al-Imam Abu Zakariyya An-Nawawiy -rahimahullah- berkata, “Para ahli tafsir sepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Tholib. Demikianlah kesepakatan mereka tentang hal itu telah dinukil oleh Az-Zajjaj dan yang lainnya. Ayat ini umum, karena tak ada yang dapat memberi hidayah, dan tidak pula menyesatkan orang lain, kecuali Allah -Ta’ala-”. [Lihat Syarah Shohih Muslim (1/97)]


Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata setelah membawakan ayat-ayat dan hadits di atas, “Demikian itu karena apabila beliau -Shallallahu alaihi wa sallam- saja yang merupakan makhluk utama secara mutlak dan paling agung kedudukannya di sisi Allah, serta paling dekat amalannya; beliau saja tak mampu memberi hidayah kepada orang-orang yang beliau cintai berupa hidayah taufiq.


Hidayah itu semuanya hanyalah ada di tangan Allah. Dia-lah yang bersendirian dalam memberi hidayah kepada hati sebagaimana halnya Dia bersendirian dalam menciptakan makhluk. Karenanya, tampaklah bahwa Dia adalah sembahan yang haq”. [Lihat Al-Qoul As-Sadid (hal. 79)]


Syaikh Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata usai menjelaskan hal ini, “Jika permasalahannya demikian, maka bagaimanakah pandangan kalian tentang selain beliau (Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam-)? 


Maka tak ada campur tangan dalam urusan makhluk bagi siapa saja, seperti arca-arca, berhala-berhala, para wali, dan para nabi. Urusan makhluk semuanya kembali kepada Allah”. [Lihat Al-Qoul Al-Mufid (1/290) karya Al-Utsaimin]


Jadi, Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- tak punya campur tangan dalam urusan makhluk, seperti memberi hidayah, menyelamatkan manusia dari siksa neraka, atau memasukkan mereka ke dalam surga. Semua ini adalah urusan Allah.


Olehnya, Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- pernah mendakwahi kerabatnya dan mengabarkan kepada mereka bahwa beliau tak mampu menolong dan menyelamatkan mereka di hari kiamat, jika mereka berbuat syirik, bid'ah dan maksiat.


Hendaknya seorang muslim selalu memohon hidayah taufiq agar ia senantiasa dibimbing oleh Allah menuju jalan-jalan hidayah yang mengantarkan ke surga-Nya. Lantaran itu, Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- mengajarkan kita doa yang masyhur:


“Wahai Yang Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3517). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2091)]
 Hendaknya seorang muslim selalu memohon hidayah taufiq agar ia senantiasa dibimbing oleh Allah menuju jalan-jalan hidayah yang mengantarkan ke surga-Nya. Lantaran itu, Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- mengajarkan kita doa yang masyhur:


“Wahai Yang Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu”. Hidayah atau petunjuk adalah perkara yang dibutuhkan oleh setiap orang. Karena demikian pentingnya hal ini, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk meminta petunjuk kepada Allah minimal 17 kali dalam sehari semalam di setiap raka’at shalat yang kita kerjakan.


Yaitu dengan doa yang terdapat dalam surat al-Fatihah,


“Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah [1]: 6) Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- pernah mendakwahi kerabatnya dan mengabarkan kepada mereka bahwa beliau tak mampu menolong dan menyelamatkan mereka di hari kiamat, jika mereka berbuat syirik, bid'ah dan maksiat. Setiap hamba senantiasa membutuhkan hidayah dalam setiap waktu dan tarikan nafas, dalam segala urusan yang dia lakukan atau pun dia tinggalkan, karena sesungguhnya dia berada di antara berbagai keadaan yang dia pasti diliputi olehnya:
Pertama, hal-hal yang telah dia lakukan akan tetapi tidak mengikuti petunjuk akibat kebodohannya, maka dalam keadaan ini dia butuh untuk mencari hidayah kepada kebenaran dalam hal itu.


Kedua, dia sudah mengetahui hidayah dalam masalah itu, akan tetapi dia sengaja melanggarnya, maka dalam keadaan ini dia butuh untuk bertaubat dari kesalahannya.
Ketiga, hal-hal yang memang tidak diketahuinya baik ilmu maupun amalan yang benar padanya, sehingga dia pun kehilangan hidayah untuk mengilmui sekaligus mengamalkannya.


Keempat, hal-hal yang memang dia telah memperoleh sebagian hidayah dalam urusan itu akan tetapi belum sempurna, maka dia butuh untuk mendapatkan hidayah yang sempurna padanya.


Kelima, hal-hal yang dia telah mendapatkan hidayah terhadap pokok kebenaran dalam hal itu secara global saja, maka dia pun masih membutuhkan hidayah terhadap rincian-rinciannya.


Keenam, dia telah mendapatkan hidayah ‘menuju’ jalan yang lurus itu, maka dia pun masih membutuhkan hidayah untuk bisa berjalan ‘di atasnya’. Karena hidayah ‘menuju’ jalan itu lain, sedangkan hidayah ‘di atas’ jalan itu sesuatu yang lain lagi.



Bukankah anda bisa melihat bahwasanya seseorang bisa jadi telah mengetahui bahwa jalan menuju negeri anu adalah jalan ini dan itu. Meskipun demikian dia tidak sanggup untuk menempuhnya. Karena untuk bisa menempuh jalan itu masih memerlukan hidayah yang lebih khusus lagi untuk bisa berjalan di atasnya.


Seperti misalnya dengan melakukan perjalanan di waktu ini bukan di waktu yang itu, kemudian mengambil air di jarak sekian dengan jumlah sekian, lalu singgah di tempat ini bukan di tempat yang itu.


Inilah hidayah yang dibutuhkan untuk bisa menempuh jalan itu yang terkadang diabaikan oleh orang yang sudah mengetahui jalan tersebut, sehingga dia pun gagal dan tidak berhasil mencapai tujuan. 
Ketujuh, dia juga membutuhkan hidayah untuk hal-hal yang terkait dengan masa depannya sebagaimana yang dia dapatkan pada waktu yang telah berlalu.


Kedelapan, perkara-perkara yang dia tidak bisa meyakini apa yang benar dan batil dalam hal itu, oleh sebab itu dia masih membutuhkan hidayah kepada keyakinan yang benar di dalamnya.


Kesembilan, perkara-perkara yang telah diyakini olehnya bahwa dia berada di atas petunjuk akan tetapi sebenarnya dia berada di atas kesesatan dalam keadaan tidak menyadarinya.
Dengan demikian dia membutuhkan hidayah dari Allah untuk bisa meninggalkan keyakinan tersebut.
Sebagaimana dalam doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Tirmidzi
“Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan iman, dan jadikanlah kami orang yang memberikan hidayah dan terus diberi hidayah, tidak sesat dan tidak pula menyesatkan. Dengan cinta-Mu Kami mencintai orang yang mencintai-Mu. Dengan permusuhan-Mu kami akan memusuhi siapa saja yang menentang-Mu.” Mengenai hal ini, perlu kita ketahui, hidayah atau petunjuk hanyalah milik Allah, bagaimana pun upaya kita untuk merubah seseorang, bagaimana pun kerja keras kita untuk menyadarkan seseorang, maka itu tidak ada artinya jika Allah tidak menghendaki hidayah kepadanya, orang tersebut tidak akan berubah sampai Allah memberikannya hidayah.



Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56)... 



Di antara sebab-sebab seseorang mendapatkan hidayah adalah:

1. Bertauhid

Seseorang yang menginginkan hidayah Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang yang berbuat syirik.

Allah berfirman yang artinya “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am:82).

2. Taubat kepada Allah

Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat?

Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”.

3. Belajar Agama

Tanpa ilmu (agama), seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan kebaikan (petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama” (HR Bukhori)

4. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi hal yang dilarang.

Bid'ah adalah sebab seseorang dijauhkan dari hidayah.

Allah berfirman yang artinya “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-nisa: 66-68).

5. Membaca Al-qur’an, memahaminya mentadaburinya dan mengamalkannya.

Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS. Al-Isra:9)

6. Berpegang teguh kepada agama Allah

Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali-Imron:101).

7. Mengerjakan sholat.

Di antara penyebab yang paling besar seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa menjaga sholatnya, Allah berfirman pada surat al-baqoroh yang artinya “Aliif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”

Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya “yaitu mereka yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (QS. Al-baqoroh:3).

8. Berkumpul dengan orang-orang sholeh

Allah berfirman yang artinya “Katakanlah: “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang,

sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan):

“Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:72).

Ibnu katsir menafsiri ayat ini,

“Ayat ini adalah permisalan yang Allah berikan kepada teman yang sholeh yang menyeru kepada hidayah Allah dan teman yang jelek yang menyeru kepada kesesatan, barangsiapa yang mengikuti hidayah, maka ia bersama teman-teman yang sholeh, dan barang siapa yang mengikuti kesesatan, maka ia bersama teman-teman yang jelek. “

Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita dan orang-orang yang ada disekeliling kita, aamiin. Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Copas dari Facebook Islam Tegas. Jazzakallahu khair

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Mahalnya Hidayah...!!!!
Ditulis oleh Tri Rahmanto
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://tritrue.blogspot.com/2013/03/mahalnya-hidayah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

bagusss sekali wajid di tiru di kehidupan sehari2 kita....

I like it user....

Tri Rahmanto mengatakan...

Makasih dah mampir...

Daily Technology Updates mengatakan...

Nice Information thanks for sharing with us.

comment installer office com sur notre PC. Installation facile de www office com setup et installation de la suite Microsoft Office. Vérifiez également la configuration de office com en français et procédez à l'installation de https setup office com 2010

Posting Komentar

Tutorial SEO dan Blog support Online Shop Tas Wanita - Original design by Bamz | Copyright of BLOGANA.