Dzikir setelah salam seusai shalat wajib

Posted by Tri Rahmanto Selasa, 25 Desember 2012 0 komentar
Setelah Salam Membaca:

‎ 
أَسْتَغْفِرُاللَّهُ
 Astaghfirullåh (dibaca 3x)

Aku Mohon Ampun Kepada Allåh
(HR. Muslim I/414)

  اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ
 Allåhumma antas-salaam

 Ya Allåh, Engkau pemberi keselamatan

وَمِنْكَ السَّلاَمُ
 Wa Minkas-salaam

Dan dari-Mu keselamatan,

تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
 Tabaaråkta yaa dzal-jalaali wal-ikrååm

Maha Suci Engkau, wahai (Råbb) Yang Maha Agung lagi Maha Mulia
(HR. Muslim I/414)

 
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
Laa ilaaha illallåhu wahdah, laa syarikalah

Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) melainkan Allåh, tidak ada sekutu bagiNya.
 
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qådiyr

BagiNya segala pujian, dan bagiNya Kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu

اللَّهُمَّ لا مَانِع لِمَا أَعْ طيْتَ
Allåhumma laa maa ni’a limaa a’thåyt

Ya Allåh, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan

وَلاَ مُعْ تي لِمَا مَنَعْتَ
Wa laa mu’tiya limaa mana’t

Dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau Cegah.

وَلاَ يَنْفَع ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَ دُّ
Wa laa yan fa’u dzal-jaddi min kal-jadd

Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal-shalihnya, Untuk menyelematkan dirinya dariMu)
(HR. Bukhariy I/255 dan Muslim I/414)


لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
Laa ilaaha illallåhu wahdah, laa syariykalah

Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Allåh, tiada sekutu bagiNya

لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Lahul-Mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qådiyr

BagiNya segala Kerajaan, segala Pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu

لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
Laa hawla wa laa quwwata illa billah

Tiada daya dan kekuatan melainkan (dengan pertolongan) Allåh

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه , وَلاَ نَعْ بُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ
Laa ilaaha illallåh, wa laa na’budu illa iyyah

Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Allåh, dan Kami tidak menyembah kecuali kepadaNya

لَهُ النِّعْ مَةُ وَلَهُ الْفَضْل وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ
Lahun-Ni’matu, wa lahul-fadhlu wa lahuts-tsanaa-ul-hasan
Bagi-Nya segala nikmat, anugerah dan pujian yang baik

للاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه ، مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَااِرُوْنَ
Laa ilaaha illallåh, mukhlishiyna lahud-diyn, walaw karihal-kaafiruun

Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Allåh, dengan memurnikan ibadah kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir membencinya.
(HR. Muslim /415)


لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII WA YUMIITU WA HUWA ‘ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR

(Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagiNya, milikNya semua kerajaan dan bagiNya seluruh pujian, Dia Yang menghidupkan, serta mematikan, dan Dia Maha Mampu melakukan segala sesuatu)

(HR. at Tirmidziy; dikatakan “hasan li ghairihi” oleh syaikh al-albaaniy dalam shahiih at-targhiib dan hadits ini juga terdapat di silsilah ash-shahiihah)


اللهم أعني على ذكرك وشكرك، وحسن عبادتك
   “Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika"

Artinya: " Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu, serta agar bisa beribadah dengan baik kepada-Mu"

سُبْحَانَ اللهِ – ٣٣
Subhanallåh

Maha Suci Allåh (33x)

الْحَمْدُ لِلَّهِ – ٣٣
Alhamdulillaah

Segala Puji hanya Bagi Allåh (33x)

اللهُ أَكْبَرُ – ٣٣
Allåhu Akbar

Allåh Maha Besar (33x)

Kemudian digenapkan (menjadi 100) dengan membaca

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
Laa ilaaha illallåhu wahdah, laa syarikalah

Tiada sesembahan (yang berhak diibadahi) melainkan Allåh semata, tidak ada sekutu bagiNya.

لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qådiir

BagiNya segala pujian, dan bagiNya Kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu
[berdasarkan HR Muslim no. 597]


Kemudian Membaca Ayat Kursi, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas Setiap shalat Fardhu.
Kemudian Membaca (PADA WAKTU SHUBUH):

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’aa, wa rizqan thayyibaa, wa ‘amalan mutaqabbalaa

(HR. Ibnu Maajah; dishahiihkan oleh Syaikh al Albaaniy dalam Shahiih Ibnu Maajah)



Baca Selengkapnya ....

HIBURAN BAGI YANG MENDAPATKAN MUSIBAH

Posted by Tri Rahmanto Senin, 24 Desember 2012 0 komentar
Berikut adalah beberapa nasehat dari ayat al Qur'an, hadits dan perkataan ulama yang semoga bisa menghibur setiap orang yang sedang mengalami musibah.

Musibah Terasa Ringan dengan Mengingat Penderitaan yang Dialami Orang Sholih
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لِيَعْزِ المسْلِمِيْنَ فِي مَصَائِبِهِمْ المصِيْبَةُ بي
Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin.1
Dalam lafazh yang lain disebutkan.
مَنْ عَظَمَتْ مُصِيْبَتُهُ فَلْيَذْكُرْ مُصِيْبَتِي، فَإِنَّهَا سَتَهَوَّنُ عَلَيْهِ مُصِيْبَتُهُ
Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.2 Ternyata, musibah orang yang lebih sholih dari kita memang lebih berat dari yang kita alami. Sudah seharusnya kita tidak terus larut dalam kesedihan.

Semakin Kuat Iman, Memang Akan Semakin Terus Diuji
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.3

Di Balik Musibah, Pasti Ada Jalan Keluar
Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 6)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Kata al ‘usr (kesulitan) menggunakan alif-lam dan menunjukkan umum (istigroq) yaitu segala macam kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana pun sulitnya, akhir dari setiap kesulitan adalah kemudahan.”4
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
Bersama kesulitan, ada kemudahan.5

Merealisasikan Iman adalah dengan Bersabar
'Ali bin Abi Tholib mengatakan,
الصَّبْرُ مِنَ الإِيْمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الجَسَدِ، وَلَا إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ صَبْرَ لَهُ.
Sabar dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran.6

Musibah Awalnya Saja Terasa Sulit, Namun Jika Bersabar akan Semakin Mudah
Hudzaifah ibnul Yaman mengatakan,
إِنَّ اللهَ لَمْ يَخْلُقْ شَيْئاً قَطٌّ إِلاَّ صَغِيْراً ثُمَّ يَكْبَرُ، إِلاَّ المصِيْبَة فَإِنَّهُ خَلَقَهَا كَبِيْرَةً ثُمَّ تَصْغُرُ.
Sesungguhnya Allah tidaklah menciptakan sesuatu melainkan dari yang kecil hingga yang besar kecuali musibah. Adapun musibah, Allah menciptakannya dari keadaan besar kemudian akan menjadi kecil.7 Allah menciptakan segala sesuatu, misalkan dalam penciptaan manusia melalui tahapan dari kecil hingga beranjak dewasa (besar) semacam dalam firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua.” (QS. Ghofir: 67)
Namun untuk musibah tidaklah demikian. Musibah datang dalam keadaan besar, yakni terasa berat. Akan tetapi, lambat laut akan menjadi ringan jika seseorang mau bersabar.

Bersabarlah Sejak Awal Musibah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
Yang namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa musibah.8 Itulah sabar yang sebenarnya. Sabar yang sebenarnya bukanlah ketika telah mengeluh lebih dulu di awal musibah.

Pahala Orang yang Mau Bersabar Tanpa Batas
Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10). Al Auza’i mengatakan bahwa  ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan bahwa pahala bagi orang yang bersabar tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi ia akan diberi tambahan dari itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga.9

Akan Mendapatkan Ganti yang Lebih Baik
Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un. Allahumma'jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do'a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”10
Do'a yang disebutkan dalam hadits ini semestinya diucapkan oleh seorang muslim ketika ia ditimpa musibah dan sudah seharusnya ia pahami. Insya Allah, dengan ini ia akan mendapatkan ganti yang lebih baik.
Semoga yang mendapati musibah semakin ringan menghadapinya dengan sedikit hiburan ini. Semoga kita selalu dianugerahi kesabaran dari Allah Ta'ala.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
Diselesaikan pada malam 11 Muharram 1431 H di Panggang-Gunung Kidul (kediaman mertua tercinta)
Footnote:
1 Shahih Al Jami', 5459, dari Al Qosim bin Muhammad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih.

2 Disebutkan dalam Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu 'Abdil Barr, hal. 249, Mawqi' Al Waroq.

3 HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih.

4Taisir Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 929, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H

5 HR. Ahmad no. 2804. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.

6 Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, hal. 250.

7 Idem.

8 HR. Bukhari no. 1283, dari Anas bin Malik.

9 Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/89, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.

10 HR. Muslim no. 918.

Baca Selengkapnya ....

Menonaktifkan keyboard pada komputer yang menggunkan OS windows 7

Posted by Tri Rahmanto Minggu, 09 Desember 2012 2 komentar
Menonaktifkan keyboard pada komputer yang menggunkan OS windows 7 kali ini untuk menambah pengetahuan tentang settingan pada komputer atau laptop kita, lalu untuk apa kita mematikan/menonaktifkan keywoboard? Saya pikir hanya untuk melindungi komputer kita dari tangan teman-teman yang suka jahil ketika kita meninggalkan komputer dalam keadaan membuat sebuah artikel atau tugas-tugas. Atau bisa juga untuk menjahili teman anda sendiri he..
Cara menonaktifkan keyboardnya:
Agar lebih mudah anda buka starmenu dan ketikan filterkey seperti screnshoot dibawah ini:
FilterKey Windows 7

Sesudah anda mengetikan filterkey maka akan muncul pilihan seperti diatas anda pilih bagian no 1 Ignore repeated keystrokes using FilterKey. Kemudian akan muncul tampilan seperi ini:

Setting Keyboard

Kemudian  centang Turn on Filter Keys dan klik ok dan lihat hasilnya...
Bagaimana cara mengaktifkannya kembali? Berhubung dengan cara tadi sudah tidak bisa karena fungsi keyboardnya sudah tidak aktif maka harus melalui control panel. Caranya:

Anda menuju control panel home melalui star menu kemudian pilih Ease of acces membuka tampilan baru pilih lagi Ease of Acces center maka tampilan barunya seperti ini:


Anda pilih Make the keyboard easier to use maka akan tampil layar seperti gambar yang kedua anda tinggal hilangkan centangan Turn on Filter keysnya..
Written by:

Baca Selengkapnya ....

MACAM-MACAM TAKDIR [1]

Posted by Tri Rahmanto Minggu, 02 Desember 2012 0 komentar
MACAM-MACAM TAKDIR [1]


Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd



Macam-macam takdir itu antara lain:

1. At-Taqdiirul 'Aam (Takdir yang bersifat umum).
2. At-Taqdiirul Basyari (Takdir yang berlaku untuk manusia).
3. At-Taqdiirul 'Umri (Takdir yang berlaku bagi usia).
4. At-Taqdiirus Sanawi (Takdir yang berlaku tahunan).
5. At-Taqdiirul Yaumi (Takdir yang berlaku harian).

1. At-Taqdiirul 'Aam (Takdir yang bersifat umum).
Ialah takdir Rabb untuk seluruh alam, dalam arti Dia mengetahuinya (dengan ilmu-Nya), mencatatnya, menghendaki, dan juga menciptakannya.

Jenis ini ditunjukkan oleh berbagai dalil, di antaranya firman Allah Ta'ala:

"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah". [Al-Hajj: 70]

Dalam Shahiih Muslim dari 'Abdullah bin 'Amr Radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Allah menentukan berbagai ketentuan para makhluk, 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. "Beliau bersabda, "Dan adalah 'Arsy-Nya di atas air."[2]

2. At-Taqdiirul Basyari [3] (Takdir yang berlaku untuk manusia).
Ialah takdir yang di dalamnya Allah mengambil janji atas semua manusia bahwa Dia adalah Rabb mereka, dan menjadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka akan hal itu, serta Allah menentukan di dalamnya orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang celaka. Dia berfirman:

"Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Rabb-mu. Mereka menjawab, Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb)." [Al-A'raaf:172]

Dari Hisyam bin Hakim, bahwa seseorang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu mengatakan, "Apakah amal-amal itu dimulai ataukah ditentukan oleh qadha'?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

"Allah mengambil keturunan Nabi Adam Alaihissalam dari tulang sulbi mereka, kemudian menjadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka, kemudian mengumpulkan mereka dalam kedua telapak tangan-Nya seraya berfirman, 'Mereka di Surga dan mereka di Neraka.' Maka ahli Surga dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahli Surga dan ahli Neraka dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahli Neraka." [4]

3. At-Taqdiirul 'Umri (Takdir yang berlaku bagi usia).
Ialah segala takdir (ketentuan) yang terjadi pada hamba dalam kehidupannya hingga akhir ajalnya, dan juga ketetapan tentang kesengsaraan atau kebahagiaannya.

Hal tersebut ditunjukkan oleh hadits ash-Shadiqul Mashduq (Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam) dalam Shahiihain dari Ibnu Mas'ud secara marfu':

"Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama mpat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah seperti itu pula (empat puluh hari), kemudian menjadi segumpal daging seperti itu pula, kemudian Dia mengutus seorang Malaikat untuk meniupkan ruh padanya, dan diperintahkan (untuk menulis) dengan empat kalimat: untuk menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia(nya)."[5]

4. At-Taqdiirus Sanawi (Takdir yang berlaku tahunan).
Yaitu dalam malam Qadar (Lailatul Qadar) pada setiap tahun. Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala:

"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." [Ad-Dukhaan: 4]

Dan dalam firman-Nya:

"Pada malam itu turun para Malaikat dan juga Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." [Al-Qadr: 4-5]

Disebutkan, bahwa pada malam tersebut ditulis apa yang akan terjadi dalam setahun (ke depan,-ed.) mengenai kematian, kehidupan, kemuliaan dan kehinaan, juga rizki dan hujan, hingga (mengenai siapakah) orang-orang yang (akan) berhaji. Dikatakan (pada takdir itu), fulan akan berhaji dan fulan akan berhaji.

Penjelasan ini diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, demikian juga al-Hasan serta Sa'id bin Jubair. [6]

5. At-Taqdiirul Yaumi (Takdir yang berlaku harian)
Dalilnya ialah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

"Setiap waktu Dia dalam kesibukan." [Ar-Rahmaan: 29]

Disebutkan mengenai tafsir ayat tersebut: Kesibukan-Nya ialah memuliakan dan menghinakan, meninggikan dan merendahkan (derajat), memberi dan menghalangi, menjadikan kaya dan fakir, membuat tertawa dan menangis, mematikan dan menghidupkan, dan seterusnya. [7]

[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]
__________
Footenotes
[1]. Lihat, A'laamus Sunnah al-Mansyuurah, hal. 129-133 dan komentar Syaikh Ibnu Baz atas al-Waasithiyyah, hal. 78-80.
[2]. HR. Muslim, (VIII/51).
[3]. Syaikh Abdul Aziz bin Baz memberikan komentar terhadap pembagian yang kedua ini seraya berucap, 'Bahwa takdir yang kedua ini masuk kedalam takdir yang pertama, oleh sebab itu Abul 'Abbas, Ibnu Taimiyyah, menolaknya dalam kitab al-Aqiidah al-Waasitiyyah, begitu juga banyak dari para ulama lainnya yang saya ketahui.
[4]. HR. Ibnu Abi 'Ashim dalam as-Sunnah, yang diteliti oleh Syaikh al-Albani, (I/73), dan al-Albani menilai sanadnya shahih dan para perawinya semuanya terpercaya, dan as-Suyuthi dalam ad-Durul Mantsuur, (III/604), ia mengatakan, Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Jarir, al-Bazzar, ath-Thabrani, al-Ajurri dalam asy-Syarii'ah, Ibnu Mardawaih, dan al-Baihaqi dalam al-Asmaa' wash Shifaat.
[5]. HR. Al-Bukhari, (VII/210, no. 3208), Muslim, (VIII/44, no. 2643), dan Ibnu Majah, (I/29, no. 76). (Dan lafazhnya adalah dari riwayat Muslim,-ed.)
[6]. Lihat, Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, (VII/338), Tafsiir al-Qur-aanil 'Azhiim, Ibnu Katsir, (IV/140), dan Fat-hul Qadiir, asy-Syaukani, (IV/572).
[7]. Lihat, Zaadul Masiir, (VIII/114), Tafsiir al-Qur-aanil Azhiim, Ibnu Katsir, (IV/275), dan Fat-hul Qadiir, (V/136).

Baca Selengkapnya ....

IBADAH DAN AMALAN YANG BERMANFAAT BAGI MAYIT

Posted by Tri Rahmanto 0 komentar
IBADAH DAN AMALAN YANG BERMANFAAT BAGI MAYIT

Oleh
Mahmud Ghorib Asy-Syarbini

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, salawat serta salam mudah-mudahan selalu tercurahkan kepada Rasulullah n, keluarganya dan sahabatnya serta orang-orang yang diberi petunjuk dengan petunjuk-Nya.

Sesungguhnya manusia itu berdasarkan fitrahnya, telah dijadikan untuk memberikan manfaat kepada orang-orang yang telah mati, khususnya setelah mereka meninggal dunia secara langsung, dengan prasangkaan dan anggapan bahwa amalan yang mereka kerjakan itu bisa memberikan manfaat kepada si mayit ketika di dalam kuburan dan setelah ia dibangkitkan darinya.

Ketika kebutaan (kebodohan) terhadap agama menyebar di kalangan manusia, menjadikan setiap orang melakukan berbagai amalan ibadah dan ketaatan sekehendaknya, yang dia menganggap bahwa amalan-amalan tersebut bisa memberikan manfaat kepada (si mayit) yang telah meninggal dunia.

Orang yang berbuat semacam itu lupa, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, sebagaimana disebutkan di dalam (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ عَمَلٍ لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Setiap amalan yang padanya tidak ada urusan kami, maka amalan itu tertolak". [HR. Bukhari dan Muslim]

Maka seseorang tidak boleh menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendekatkan diri kepadaNya, kecuali dengan apa-apa yang telah disyari’atkan. Cukuplah pahala amalan yang disyari’atkan ini dihadiahkan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Jika suatu amalan tidak disyari’atkan, maka amalan tersebut tertolak dan tidak diterima, pelakunya tidak mendapatkan pahala bahkan ia mendapatkan dosa. Maka bagaimana bisa memberikan pahala amalan yang tertolak! Bahkan anda berhak bertanya: “(Apakah pantas diberikan) dosa amalan yang tertolak ini (amalan bid’ah) untuk si mayit, yang dia muliakan, yang dia hendak memberikan manfaat kepada si mayit setelah terputus segala amalannya?!”

Ada amalan-amalan yang bisa memberikan manfaat kepada mayit setelah kematiannya, yang amalan itu bukan amalan orang lain, tetapi dari perbuatannya sendiri semasa hidupnya di alam dunia. Maka mengalir untuknya pahala dari amalan tersebut semasa hidupnya dan setelah kematiannya.

Maka dengan hal-hal semacam itu, saya terdorong untuk menulis beberapa kalimat dan menerangkan tentang ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan yang bisa memberikan manfaat kepada mayit setelah ia meninggal dunia. Baik ibadah-ibadah atau ketaatan-ketaatan ini dari usaha mereka semasa hidup di dunia, sebelum mereka meninggal dunia atau dari usaha orang lain (yang dilakukan) agar bermanfaat untuk orang-orang yang telah mati.

Dengan harapan agar hal ini mengikuti “manhaj” (jalan) yang telah ditetapkan oleh Allah, Yang Menguasai orang-orang yang masih hidup dan yang telah mati. Dan terjauhkan dari setiap kebid’ahan dan khurafat. Sebagai pendekatan diri kepada Allah Rabb pemilik langit dan bumi. Dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar (amalan ini) diterima dan dapat meninggikan derajat.

Sebelum wafatnya, manusia bisa melakukan sebagian amalan-amalan yang pahalanya bisa terus mengalir setelah kematiannya. Selain itu, orang yang masih hidup juga dapat memberikan manfaat kepada mayit dengan amalan-amalan yang dikerjakan untuk ditujukan kepada si mayit setelah kematiannya. Amalan-amalan yang bisa dilakukan sebelum kematian itu memungkinkan dan mampu dilakukan. Jika sedikit saja dia mengerahkan usaha, waktu atau harta, maka dia mampu untuk melakukannya. Sedangkan amalan-amalan yang dilakukan oleh orang lain setelah kematiannya, maka amalan-amalan itu tidak berada di tangannya, bisa jadi ada atau tidak ada. Oleh sebab itu saya akan menyebutkan amalan-amalan yang berasal dari usahanya, bukan usaha orang lain, agar semua manusia segera mengamalkannya sebelum datang ajalnya, dengan harapan untuk memberikan manfaat bagi dirinya sendiri, tidak menyandarkan dirinya kepada manfaat dari orang lain setelah kematiannya.

Ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan yang bermanfaat bagi orang yang telah mati, yang berasal dari usaha mereka sendiri:
1. Shadaqah jariyyah (Sedekah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shalih yang mendoakannya.

Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya". [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]

Dan pada riwayat Ibnu Majah dari Abu Qatadah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ مَا يُخَلِّفُ الرَّجُلُ مِنْ بَعْدِهِ ثَلاَثٌ : وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ وَصَدَقَةٌ تَجْرِي يَبْلُغُهُ أَجْرُهَا وَعِلْمٌ يُعْمَلُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ

"Sebaik-baik apa yang ditinggalkan oleh seseorang setelah kematiannya adalah tiga perkara: anak shalih yang mendo’akannya, shadaqah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya, dan ilmu yang diamalkan orang setelah (kematian) nya".

Dan disebutkan pada hadits yang lain riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

"Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mush-haf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia".

1. Shadaqah Jariyyah
Perngertian shadaqah jariyyah menurut Madzhab Empat ialah: Suatu pemberian untuk mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada pula yang mengatakan: Memberikan shadaqah yang tidak wajib, dengan cara menguasakan barang dengan tanpa ganti (gratis). Ada pula yang mengatakan: Harta yang diberikan dengan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada pula yang mengatakan: Harta “wakaf”, sedangkan pengertian wakaf itu sendiri yaitu: Apa-apa yang ditahan di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala .

Dari pengertian-pengertian di atas jelas bahwa shadaqah jariyyah adalah suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari wajah Allah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar orang-orang umum bisa memanfaatkannya sepanjang waktu tertentu, sehingga pahalanya mengalir baginya sepanjang barang yang dishadaqahkan itu masih ada.

Di antara contoh shadaqah jariyyah yang telah dilakukan di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah : Kebun kurma yang dishadaqahkan oleh Abu Thalhah (seorang sahabat Nabi) ketika turun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

لَن تّنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

"Dan tidaklah kamu bisa mendapatkan kebaikan sehingga kamu menginfakkan (shadaqahkan) sebagian apa-apa yang kamu sukai". [Ali-Imran: 92]

Kebun yang dishadaqahkan oleh Bani An-Najjar kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rangka untuk pembangunan masjid di waktu Nabi datang di kota Madinah.

Sumur “ruumah” yang dibeli oleh sahabat Utsman Radhiyallahu 'anhu dan beliau shadaqahkan pada waktu kaum muslimin kekurangan air.

Tanah/kebun yang dishadaqahkan oleh sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu, yang merupakan harta yang berharga baginya (yang dinamakan tsamgh), beliau menshadaqahkan tanah tersebut, dengan syarat tidak boleh dijual, diberikan atau diwariskan, akan tetapi buahnya (kebun/tanah itu), dishadaqahkan untuk budak, orang-orang miskin, tamu, ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal) serta karib kerabat Rasulullah.

Di antara hadits-hadits yang menyebutkan shadaqah jariyyah, adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Sesungguhnya aku telah mendangar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ الهِّ بَنَى الهُب لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang membangun masjid untuk mencari wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga".

Di dalam riwayat Imam Tirmidzi dari Anas bin Malik: (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda):

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا بَنَى الهُل لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

"Barangsiapa yang membangun masjid, kecil maupun besar, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga".

Pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda):

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا وَلَوْ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ, بَنَى الهُْ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

"Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah Subhanahu wa Ta'ala walaupun sebesar sarang burung atau lebih kecil darinya, niscaya Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga".

2. Ilmu Bermanfaat
Sesungguhnya di antara yang bisa memberikan manfaat bagi maytit setelah kematiannya adalah ilmu yang ia tinggalkan, untuk diamalkan atau dimanfaatkan. Sama saja, apakah dia mengajarkan ilmu tersebut kepada seseorang atau dia tinggalkan berupa buku yang orang-orang mempelajarinya setelah kematiannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairah:

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ

"Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menyusulnya setelah kematiannya adalah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan".

Ibnu Majah meriwayatkan dari Muadz bin Anas dari ayahnya, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِلِ

"Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun".

Al-Bazzar meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha dia berkata : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مُعَلِّمُ الْخَيْرِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ حَتَّى الْحِيْتَانُ فِي الْبَحْرِ

"Orang yang mengajarkan kebajikan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu, sampai ikan-ikan yang ada di dalam lautan".

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

"Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun".

3. Anak Shaleh Yang Mendoakan Orang Tuanya.
Anak itu termasuk usaha orang-tua, sehingga amalan-amalan sholeh yang diamalkan si anak, juga akan menjadikan orang-tua mendapatkan pahala amalan tersebut, tanpa mengurangi pahala anak tersebut sedikitpun.

Imam Turmudzi, Imam Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ

"Sesungguhnya sebaik-baik yang kamu makan adalah yang (kamu dapatkan) dari usaha kamu, dan sesungguhnya anak-anakmu itu termasuk usaha kamu".

Hadits (di atas) mengkhususkan anak shaleh dan sudah ma’lum kedekatan anak shaleh dari pada yang lainnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, oleh karena itulah Nabi menyebutnya pada hadits itu. Di mana anak shaleh itu selalu berdzikir dan selalu menjaga hubungan baik kepada kepada Allah. Dan ia pun tidak lupa memanjatkan do’a untuk kedua orang tuanya setelah mereka tiada. Selain itu bahwa anak shaleh yang membiasakan diri di dalam mengerjakan amalan-amalan shaleh sewaktu kedua orang tuanya hidup, yang dia mempelajari amalan-amalan shaleh itu dari keduanya, maka kedua orang tuanya mendapatkan pahala dari amalan-amalan anaknya, tanpa mengurangi pahala si anak tersebut.

Seorang bapak membutuhkan waktu yang panjang untuk membentuk anak yang shaleh. Dia memulainya dengan memilih istri yang shalehah, supaya menjadi ibu bagi anak shaleh tersebut. Kemudian mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan syari’at. Dengan ini dia menjadi anak yang shaleh, walaupun kedua orang tuanya sudah wafat.
Perlu diketahui juga bahwa keshalihan oran-tua, bisa menjadi sarana kebaikan anak, walaupun mereka telah meninggal dunia. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَكَانَ أَبُوْهُمَا صَالِحًا

"Dan dahulu kedua orang tuanya adalah orang yang shaleh". [Al-Kahfi: 82]

Umar bin Abdul Aziz, khalifah yang ke lima, pernah berkata:

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عُقْبِهِ وَعُقْبِ عُقْبِهِ

"Tidaklah seorang mukmin meninggal dunia kecuali Allah akan menjaga anaknya dan cucunya”.

Ibnul Munkadir berkata:

إِنَّ اللهَ لَيَحْفَظُ بِالرَّجُلِ الصَّالِحِ وَلَدَهُ وَوَلَدَ وَلَدِهِ

"Sesungguhnya Allah akan menjaga anak dan cucu seorang yang shalih”.

4. Bersiaga Di Jalan Allah.
Imam Muslim, Turmudzi dan An-Nasai meriwayatkan dari Salman Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ فِيْهِ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ

"Bersiaga (di jalan Allah) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan mendirikan sholat satu bulan, dan apabila (orang yang berjaga tersebut) meninggal dunia maka amalan yang sedang dia kerjakan tersebut (pahalanya terus) mengalir kepadanya, rizkinya terus disampaikan kepadanya dan dia terjaga dari ujian (kubur)".

Abu Dawud dan Turmudzi meriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid Radhiyallahu 'anhu : bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلاَّ الْمُرَابِطَ فَإِنَّهُ يُنْمَي لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيُؤَمَّنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ

"Setiap orang yang meninggal dunia akan ditutup semua amalannya kecuali orang-orang yang berjaga-jaga (di perbatasan musuh di jalan Allah), karena pahala amalannya akan dikembangkan baginya sampai hari kiamat, dan dia akan diselamatkan dari fitnah kubur".

Imam Nawawi rahimahullah berkata memberikan komentar terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Ini adalah keutamaan yang nyata bagi orang yang berjaga di jalan Allah, dan pahala amalannya yang tetap mengalir kepadanya setelah ia meninggal dunia. Ini merupakan keutamaan yang khusus bagi orang yang berjaga tersebut, tidak ada seorangpun yang ikut di dalamnya. Di dalam hadits lain (yakni riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, sebagaimana di atas-red) yang tidak diriwayatkan oleh Muslim dinyatakan dengan jelas:

كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلاَّ الْمُرَابِطَ فَإِنَّهُ يُنْمَي لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Setiap orang yang meninggal dunia akan ditutup semua amalannya kecuali orang yang berjaga, maka sesungguhnya amalannya terus dikembangkan sampai hari Qiamat".

Dan sabda beliau:

وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ

"rizkinya terus disampaikan kepadanya".

Sesuai dengan Firman Allah Azza wa Jalla yang berbunyi.

وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

"Dan janganlah kamu menganggap orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, akan tetapi ia hidup di sisi Tuhannya dengan diberi rizki". [Ali-‘Imran: 169]

5. Barangsiapa Yang Menggali Kubur Untuk Mengubur Seorang Muslim.
Dari Abu Rafi’ Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غُفِرَ لَهُ أَرْبَعِيْنَ مَرَّةً, وَ مَنْ كَفَّنَ مَيِّتًا كَسَاهُ اللهُ مِنَ السُّنْدُسِ وَ إِسْتَبْرَقِ الْجَنَّةِ وَمَنْ حَفَرَ لَمَيِّتٍ قَبْرًا فَأَجَنَّهُ فِيْهِ أُجْرِيَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ كَأَجْرِ مَسْكَنٍ أَسْكَنَهُ إِلَيَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Barang siapa yang memandikan jenazah/ mayit dan ia menyembunyikan cacat jenazah tersebut, niscaya dosanya diampuni sebanyak 40 dosa. Dan barang siapa yang mengkafani jenazah/ mayit, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya kain sutra yang halus dan tebal dari sorga. Dan barang siapa yang menggali kuburan untuk jenazah/ mayit, dan dia memasukkannya ke dalam kuburan tersebut, maka dia akan diberi pahala seperti pahala membuatkan rumah, yang jenazah/ mayit itu dia tempatkan (di dalamnya) sampai hari kiamat". [HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim. Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim”, dan Imam Ad-Dzahabi menyetujuinya].

Pada hadits riwayat At-Thabrani dari Abi Rafi’, dia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ أَرْبَعِيْنَ كَبِيْرَةٍ, وَ مَنْ حَفَرَ لأَخِيْهِ قَبْرًا حَتَّى يُجِنَّهُ فَكَأَنَّمَا أَسْكَنَهُ سَكَنًا حَتَّى يُبْعَثُ

"Barang siapa yang memandikan jenazah dan dia menyembunyikan cacat jenazah tersebut, niscaya Allah mengampuni 40 dosa besar yang ada padanya. Dan barang siapa yang membuat lobang kuburan untuk saudaranya, sampai ia memasukkannya kedalam kuburan itu maka seakan-akan ia membuatkan rumah baginya sampai ia dibangkitkan". [Al-Haitsami berkata : “Diriwayatkan oleh At-Tabrani di dalam kitab (Al Kabir) dan para perawinya, adalah para perawi Shahih (Bukhari]".

6. Apabila Manusia, Hewan Atau Burung Memakan Tanaman Milik Mayit.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir Radhiyallahu 'anhu, dia berkata :

دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمِّ مَعْبَدٍ حَائِطًا فَقَالَ يَا أُمَّ مَعْبَدٍ مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَ مُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ فَقَالَتْ بَلْ مُسْلِمٌ قَالَ فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Nabi memasuki kebun Ummu Ma’bad, kemudian beliau bersabda: “Wahai Ummu Ma’bad, siapakah yang menanam kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?.” Ummu Ma’bad berkata: “Bahkan seorang muslim”. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan shadaqah untuknya sampai hari kiamat".

Pada riwayat ( Imam Muslim) yang lain:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ

"Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya (orang yang menanam). Dan apa yang dicuri dari tananman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari tanaman tersebut kecuali merupakan shadaqahnya".

Imam Nawawi rahimahullah berkata mengomentari hadits di atas: “Di dalam hadits ini menunjukkan keutamaan menanam dan mengolah tanah, dan bahwa pahala orang yang menanam tanaman itu mengalir terus selagi yang ditanam atau yang berasal darinya itu masih ada sampai hari kiamat”.

Hal ini berbeda dengan shadaqah jariyyah, yaitu bahwa tanaman itu tidak dimaksudkan (diniatkan) sebagai shadaqah jariyyah, akan tetapi tanaman yang dimakan dari tanaman tersebut (menjadi shadaqah jariyah) tanpa keinginan dari pemiliknya atau ahli warisnya.

7. Apabila Seseorang Melakukan Sunnah (Jalan/Cara/Metode/Kebiasaan) Yang Baik Sebelum Meninggal Dunia.
Apabila seorang muslim mendapatkan pahala dari suatu amalan yang dia amalkan, maka orang yang telah mengajarinya amalan tersebut juga mendapatkan pahala yang serupa, dengan tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan sedikitpun. Dan bagi guru pertamanya, yaitu Al-Mush-thafa (Muhammad) Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan seluruh pahala tersebut.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Juhaifah Radhiyallahu 'anhu bahwasannya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا

"Barang siapa yang melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan) yang baik, kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya, maka dia mendapatkan pahala hal tersebut dan seperti pahala mereka (orang-orang yang mengikuti), dengan tidak mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan) yang jelek, kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya, maka dia mendapatkan dosa hal tersebut dan seperti dosa mereka (orang-orang yang mengikuti), dengan tidak mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka".

Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا لأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ

"Tidaklah ada satu jiwa yang dibunuh secara zhalim, kecuali anak Adam yang pertama menanggung sebagian dari darahnya, karena dia adalah orang yang pertama kali melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan) pembunuhan."

Dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshori Radhiyallahu 'anhu, dia berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

"Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala pelakunya".

Dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

"Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun"

Imam Nawawi berkata: “Dua hadits ini nyata menganjuran disukainya melakukan sunnah perkara-perkara yang baik dan larangan melakukan sunnah perkara-perkara yang buruk. Dan bahwa orang yang melakukan sunnah yang baik, dia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang-orang yang melakukan perbuatannya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa melakukan sunnah yang buruk, dia akan mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang melakukan perbuatannya sampai hari kiamat. Dan bahwasannya orang yang menyeru kepada petunjuk, ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya. Dan begitu juga orang yang menyeru kepada kesesatan, dia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya. Sama saja, apakah petunjuk (kebaikan) atau kesesatan (kejelekan) tersebut dia sendiri yang melakukan pertama kali atau sudah ada yang melakukannya sebelumnya. Dan sama saja, apakah hal itu berbentuk: mengajarkan ilmu, ibadah, sopan-santun atau lainnya. Dan sabda Nabi n :

فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ

"Kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya".

artinya bahwa ia telah melakukan sunnah tersebut, kemudian sama saja apakah amalan itu diamalkan semasa ia hidup atau setelah ia meninggal.
Wallahu A’lam.

(Diterjemahkan oleh Mahrus, dari Majalah At-Tauhid, hal:46 - 49, No : 2 Shafar 1421H)

Baca Selengkapnya ....
Tutorial SEO dan Blog support Online Shop Tas Wanita - Original design by Bamz | Copyright of BLOGANA.